Sabtu, 13 Juni 2009

Bid'ah (Pengertian dan Kesesatan bid'ah)

Pengertian dan Kesesatan Bid'ah


Sesungguhnya agama islam ini sudah sempurna dan sudah cukup sebagai pedoman hidup manusia di dunia. Allah berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agama-mu, telah Aku cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Aku ridhai islam sebagai agamamu.“ (Al-Maidah : 3)
Dan Rasulullah J telah menjelaskan aga-ma ini semuanya dengan terng benderang tanpa ada yang tertinggal sedikitpun. Rasulullah J bersabda,
“Tidak ada sesuatu yang bisa mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah diterangkan kepadamu.”
Abu Dzar Al-Ghifari berkata : “Rasulullah meninggalkan kita dalam keadaan tidak ada seekor burungpun yang membolak-balikkan kedua sayap-nya di udara kecuali memberitakan ilmu kepada kita.”
Dengan demikian maka agama ini tidak perlu penambahan dan pengurangan lagi. Bahkan segala bentuk penambahan dan pengurangan agama adalah bid’ah dan sesat. Karena tidak ada lagi sesudah kebe-naran melainkan kebathilan dan tidak ada lagi sesudah petunjuk melainkan kesesatan. Rasulullah J bersabda, “Sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan, setiap perka-ra yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat.”

Pengertian bid’ah

Dr.Ibrahim bin amir Ar-Rahaili telah membahas pengertian bid’ah menurut syara’ sebagai berikut : “Beberapa ulama telah mendefinisikan bid’ah di dalam syara’ dengan banyak definisi meskipun terjadi perbe-daan di dalam lafalnya yang menyebabkan perbedaan cakupan pada bagian-bagian pengertian bid’ah. Tetapi secara keseluruhan memiliki kandungan yang sama. Diantara definisi-definisi yang terpenting ialah :
Ibnu Taimiyah berkata : ‘Bid’ah dalam agama ialah sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah dan rasul-Nya yaitu tidak diperintahkan dengan perintah wajib atau perintah sunnah. Adapun yang diperintahkan dengan perintah wajib dan sunnah serta diketahui perintah-perintah tersebut dengan dalil-dalil syar’i, maka hal itu termasuk yang disyari’atkan oleh Allah, meskipun terjadi perselisihan diantara ulama di beberapa masalah dan sama saja, baik hal itu sudah diamalkan pada masa Rasulullah atau tidak .‘
As-Syatibi berkata : ‘Bid’ah adalah suatu cara di dalam agama yang diada-adakan (baru) menyerupai agama dan dimaksudkan dalam melakukannya untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah ta’ala.
Ibnu Rajab berkata : ‘Yang dimaksudkan dengan bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada dasarnya di dalam syari’at. Adapun suatu yang ada dasarnya dalam syara’, maka bukan bid’ah meskipun dikatakan bid’ah menurut bahasa.’
Suyuti berkata : ‘Bid’ah ialah suatu ungkapan tentang perbuatan yang bertentangan dengan syari’at karena menyelisihinya atau perbuatan yang menjadikan adanya penambahan dan pengurangan syari’at. ‘
Dari definisi-definisi di atas dapat diambil pokok-pokok pengertian bid’ah menurut syara’ secara sebagai berikut :
Bid’ah ialah sesuatu yang diadakan di dalam agama. Maka tidak termasuk bid’ah sesuatu yang diadakan di luar agama untuk kemaslahatan dunia seperti pengadaan hasil-hasil industri dan alat-alat untuk mewujudkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi.
Bid’ah tidak memiliki dasar yang menun-jukkannya dalam syari’at. Adapun hal-hal yang memiliki dasar-dasar syari’at, maka bukan bid’ah meskipun tidak ada dalilnya dalam syari’at secara khusus. Contohnya pada zaman kita ini orang yang membuat alat alat seperti kapal terbang, roket, tank, dll. dari alat-alat perang modern dengan tujuan persiapan memerangi orang-orang kafir dan membela kaum muslimin. Maka perbuatannya bukan bid’ah meskipun syari’at tidak menjelaskannnya secara rinci, dan Rasulullah J tidak menggunakan alat-alat tersebut untuk memerangi orang-orang kafir. Tetapi membuatnya terma-suk dalam firman Allah secara umum, “Dan persiap-kanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja.” (Al-Anfal : 60). Begitu pula perbuatan-perbuatan lain yang semisal. Maka setiap sesuatu yang memiliki dasar dalam syara’, ia termasuk syari’at dan bukan bid’ah.
Bid’ah semuanya tercela, tidak ada bid’ah hasanah sebagaimana sangkaan orang-orang yang menganggap baik bid’ah, karena bid’ah bertentangan dan berseberangan dengan syari’at. Bid’ah itu tercela semuanya. Dan semua definisi bid’ah telah menyingkap sisi yang sangat penting ini.
Bid’ah di dalam agama kadang-kadang dengan mengurang dan kadang-kadang dengan menambah, sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuti meskipun perlu pembatasan bahwa sebab menguranginya adalah agar lebih mantap dalam beragama. Adapun jika sebab menguranginya bukan agar lebih mantap dalam beragama, maka bukan bid’ah. Seperti meninggalkan perintah yang wajib tanpa udzur. Itu disebut maksiat bukan bid’ah begitu pula meninggalkan perkara sunnat tidak dianggap bid’ah.
Inilah beberapa hukum yang sangat penting yang terkandung dalam definisi-definisi di atas. Maka jelaslah pemahaman bid’ah dalam agama, dan jelas pula kaidah-kaidah yang dalam pendefinisiannya.
Menurut pendapat saya (Dr.Ibrahim bin Amir Ar-Rahaili), bahwa definisi yang paling sempurna cakupannya terhadap hukum-hukum tersebut diatas untuk membatasi pemahaman bid’ah di dalam agama dengan batasan-batasan yang detail ialah definisi imam Asy-Syatibi.
Dengan demikian definisi Imam Asy-Syatibi tentang bid’ah adalah definisi yang terpilih atau terbaik diantara definisi-definisi yang ada karena mencakup definisi-definisi yang menyeluruh dan jelas dalam pengertian bid’ah di dalam agama.

Walllahu ’alam (As-Sunnah edisi 02/V/1421H-2001M).


By. Pepen250@nimbuzz.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar